Thursday, May 24, 2012

Jadi sebenarnya, aku ini siapa?

P.S. Long post.

Hari ini dijemput bunda dari sekolah, dan hal ini jarang banget. Go on, pamer tentang orang tua kalian yang selalu dirumah, bisa antar jemput sekolah, masak sesuatu di rumah, siapin bekal. Temenin bikin pr, temenin curhat. I know I'm proud to say that I lived all on by my own. I am what I am, aku tumbuh sendiri, pola pikirku terbentuk sendiri, cara aku melihat orang, menentukan siapa yang teman dan siapa yang musuh; Itu dari aku sendiri, I chose to be that. But when it comes to how to run my life, I have none whatsoever, not even a fingerprint in the plan.

Menurut peta keempat orangtuaku, aku harus lulus di umur delapan belas. That is pretty logical. Aku nggak berencana untuk tinggal kelas, dan aku nggak mau tinggal kelas. Setelah itu, aku harus cepet-cepet sekolah bisnis di luar negeri. Singapore is my choice, because it's near Indonesia. Setelah lulus undergrad, aku harus terus lanjut sampai aku dapet gelar doktor di umur dua puluh lima. No stopping, no commas. Di antara seluruh rencana yang kupikir itu rencana gila, dua puluh lima tahun. Dua puluh tahun yang isinya belajar, belajar, belajar. Belajar, susun skripsi (yang nggak boleh tertunda), lulus, belajar, susun tesis, lulus, belajar, susun whatever they make on doctorate class, lulus. After, I could do anything I want. 

Of course, in between, you assume that I'll have a normal teenager life. You know, watch movies til 8 pm and went home feeling so good because you just had tons of fun. Not according to my mom. My biological mom. Menurutnya, anak sekolah itu harus dirumah dari pukul lima, belajar, dan tidur pukul delapan. Terus, anak sekolah itu nggak perlu banyak-banyak have fun, karena tugas mereka cuma satu. Belajar. Mom, I can't agree more with you, that my job is to learn and to learn only. But does it hurts to have a little bit fun til it's a tad late. You won't notice it anyway. Belum lagi alasan-alasan lain yang menurutku aneh, gak jelas, dan ribet. Example; No concerts. 

Salah satu band favoritku bakal gelar konser tanggal lima Oktober nanti di Istora Senayan. Istora. Tempat yang tertutup, civilized, dan sering kukunjungin buat nonton Disney On Ice tiap tahun. Maroon5, yes. You guessed it right. Setelah denger berita dan lihat official newsnya via twitter, aku bbm bapak. Minta izin, karena izin ke bunda nggak akan lolos kalau stuck di bapak. He asked a few questions, logical ones. Dimana, kapan, kondisi venue. Dia nggak nolak, nggak ngizinin juga. He said, nanti kubicarakan dengan bundamu. I know I'm so stupid for expecting my mom will let me do that, because her answer is pretty obvious under any circumstances; No. Tapi, dengan keadaanku yang sudah enam belas, selangkah menuju mendapat KTP (yang seharusnya jadi bukti individualitas, not for me), aku masih berharap aku diizinkan pergi. Ugh, I'm such an idiot. 

Dari seluruh peraturan aneh dan quirky dari bunda, cuma ini yang paling kubenci. Kenapa? Karena dia nggak pernah kasih aku kejelasan. Kenapa nggak boleh, setiap ditanya cuma dijawab "Nggak penting." Kenapa? Nggak penting kah, bahagia semalam karena bisa nikmatin lagu-lagu favorit dinyanyikan live sama penyanyi aslinya? Nggak penting kah, punya sesuatu yang nunjukkin, Hey, I've done that. I was young but now, I've matured. Nggak penting kah, untuk membiarkan gadis umur enam belas tahunnya terbawa euphoria, dan untuk semalam, meninggalkan sakitnya dari kegagalan yang terus terusan? I am really tired of living this way. Kalau nggak dilarang, mengalami kegagalan, kehilangan, ketakutan. Kapan abisnya? The other irony is, dia nggak tau aku capek ngerasain hal yang sama sejak ninggalin SMP. Gagal, kesel, emosi, diputar in repeat. Even I think that my sixteen is going to suck, and I've been dreaming to not let that happened.

Fine, kalau mau kekang aku dengan peraturan tanpa alasan, tapi at least be there. Kapan terakhir bunda denger aku ngeluh kalau aku capek gagal terus, aku nggak suka, aku pingin cepet-cepet dewasa? Bunda disitu nggak pas aku gagal tes AFS, dan nangis sendirian di kamar? Kapan terakhir bunda denger aku curhat tentang cowok yang aku suka, tentang bully-an temen temenku yang semakin kreatif dan destruktif at the same time? Aku mau ngomong aja susah, bunda kalau pulang selalu malam, terlalu malam. Aku juga udah capek. Dan kalau bunda di rumah sore, langsung buka laptop terus fokus kerja, dipanggil aja belum tentu nengok. Kalau weekends, belum tentu juga cerita. Sekarang ceritanya ke siapa? Nggak ada. 

Aku tau kok bunda udah kasih 1000 kesempatan, 1000 hal yang nggak mungkin anak lain dapetin. Disaat yang sama, aku juga kehilangan 1000 kesempatan, 1000 hal yang biasa kulakuin dulu sama bunda. Jadi, aku sebenernya siapa? Terlalu jauh untuk dibilang best friends kaya dulu, terlalu terikat untuk menjalin hubungan orang tua-anak yang normal. Aku tau bunda sibuk, nyari uang, yang akhir-akhirnya juga buat aku. Tapi apa susahnya spare satu jam, cuma buat dengerin kenapa aku mau ini, kenapa aku kaya gitu, kenapa aku pingin jadi itu.

To moms, future moms, soon-to-be moms out there, bukan cuma lovers yang nggak suka perubahan, nggak suka diatur tanpa alasan, dibuat terkurung tanpa penjelasan. We, daughters, too. 

No comments:

Post a Comment